Selasa, September 23, 2008

IN MEMORIAL

Terlahir dengan nama Sondang Mangatas Eveline Hutapea, Mama yang sangat kami sayangi ini memberikan teladan hidup yang begitu nyata bermakna. Kalangan keluarga, sahabat, teman dan famili merasakan getaran sifat-sifat baik yang memancar dari dalam dirinya.
Berdasarkan pengalaman hidup bersama dan dari ungkapan ketika mandok hata, dirangkumlah sifat-sifat sebagai berikut:
1. Disiplin. Mama mempunyai jadwal kegiatan yang ditulis pada malam hari. Dia melaksanakannya satu-per satu dengan on time, terutama untuk kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti latihan koor, rapat dan sermon. Esok malam berikutnya, dia akan memeriksa apakah rencananya berjalan dengan baik atau tidak. Kalau tidak, dia akan memberikan tanda atau keterangan tertentu. Selain disiplin waktu, Mama juga disiplin menjaga kesehatan. Dia bisa mengontrol diri untuk tidak makan makanan yang dilarang dokter. Ia berolah raga senam 2-3 kali seminggu. Istirahatnya juga cukup.
2. Suka membantu atau memberi sumbangan. Mama suka membantu orang-orang yang membutuhkan. Dia mempunyai kriteria sendiri siapa yang layak dan siapa yang tidak layak untuk dibantu. Tidak hanya keluarga dekat yang dibantunya, tetapi siapa saja yang memenuhi syarat baginya. Beberapa keluarga dari pihak Aritonang, Hutapea dan Sihombing telah merasakan manisnya bantuan Mama. Bagi Mama, ada waktunya untuk mencari, ada waktu untuk menabung dan ada waktu untuk menikmati serta menyumbang.
3. Memberi dorongan untuk maju. Mama menginginkan setiap orang, khususnya orang dekatnya untuk maju dalam pendidikan, hubungan, kerja, karir dan usaha. Dalam beberapa hal ia mau membuka jalan, menyokong dana serta memberi saran dan pandangan untuk perbaikan. Ketika Mama masih bekerja di Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pengabdian Masyarakat yang mengurus kursus-kursus, dia memasukkan beberapa orang untuk ikut menimba ilmu dan keterampilan di beberapa kursus yang ada. Mama betul-betul memanfaatkan fasilitas dan posisinya yang menguntungkan saat itu.
4. Aktif terlibat dalam berbagai kegiatan gereja, organisasi, PKK dan lingkungan. Misalnya, Mama menjabat Ketua PKK RW 08 selama sekitar 20 tahun, mengajar koor PW (Persatuan Wanita) di berbagai jemaat HKI tanpa dibayar dan malah kadang-kadang membawakan oleh-oleh berupa makanan kecil. Hampir dalam setiap pertemuan/rapat Mama memberikan sumbang saran atau pendapat. Dia tidak sungkan untuk bertanya walaupun bagi sebagian orang hal itu dirasakan terlalu sepele. Mungkin hal ini dipengaruhi oleh pendidikannya yang tinggi, pergaulan dan pengalaman yang luas serta kesukaannya untuk membaca koran dan menonton siaran berita.
5. Mandiri, tidak mau merepotkan orang lain. Kalau ada kegiatan tertentu, Mama paling tidak mau meminta ditemani atau diantar. Baginya, selama masih bisa sendiri buat apa mengajak orang lain. Mengajak orang lain berarti pemborosan. Pertama, pemborosan ongkos. Kedua dan yang paling penting, pemborosan tenaga dan waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk kegiatan yang lebih penting. Dalam kemandiriannya, Mama hidup sederhana yang bisa dilihat dari penampilan dan gaya hidupnya.

Walaupun telah ditinggal oleh Bapa Tua, Pdt. J.M. Aritonang pada tanggal 8 Februari 1996, Mama tetap menjalani hidup dengan tegar Mama yakin betul bahwa Tuhan Yesus selalu memimpin dan menolong orang yang percaya kepadaNya.. Dia menunjukkan kasihnya kepada keluarga dengan tanpa membedakan.
Semasa hidupnya, Mama menderita dua penyakit utama. Mama mengidap penyakit jantung. Pada tahun 1990-an, dia sempat dirawat beberapa hari di RSJ Harapan Kita. Dia kadang bercanda, bahwa pembuluh darahnya hanya tinggal 5 % yang berfungsi. Selain penyakit jantung, Mama juga menderita penyakit sejenis Alzheimer, penyusutan fungsi otak. Akibatnya, Mama suka lupa telah bertemu dengan seseorang atau baru saja mengatakan sesuatu. Bagi orang yang tidak mengerti, mungkin akan tersinggung dengan kondisi yang demikian. Terhadap kelainan ini, dokter menyarankan Mama untuk membaca, mengisi TTS dan menonton siaran berita.
Tahun 2006, tepatnya bulan September Mama kembali dirawat di RS Carolus. Kali ini, dia didiagnosis menderita pnemoia. Setelah opname selama kurang lebih 3 minggu, Mama diperbolehkan pulang.
Bila dibandingkan dengan kondisi sebelum masuk RS Carolus, kondisi kesehatan Mama cukup menurun walaupun sudah dinyatakan sehat. Kalau dulu Mama masih bisa mengurus rujukan dan kontrol ke RS sendiri, maka setelah itu kita tidak berani membiarkan Mama sendiri. Tapi Mama sering kali ngotot pergi sendiri seperti membayar pajak, membayar telepon maupun membayar listrik. Untung saja, jarak daerah tersebut hanya di sekitar Mayasari. Jadi cukup dekat.
Mama yang tegar dan mandiri itu, akhirnya tidak dapat bertahan lebih lama. Senin, 28 Juli 2008 Mama masuk UGD (Unit Gawat Darurat) RS UKI sekitar pukul 06.00. Setengah jam sebelumnya, Mama mengeluarkan muntah yang kental seperti bubur ketan hitam atau cendol. Hal itu sangat mengejutkan dan sangat tidak lazim. Terlebih seminggu sebelumnya, dokter penyakit dalam RSAB Harapan Kita mengatakan bahwa Mama menderita pengapuran pada dengkul kaki kanan. Kaki itu perlu dijaga.
Mama tidak sempat berpesan secara khusus, termasuk ketika masih punya kesadaran beberapa jam di UGD RS UKI. Hasil CT SCAN menunjukkan Mama menderita pendarahan kurang lebih 50 cc di otak, Dia menderita stroke. Menurut dokter, soludi satu-satunya adalah operasi dengan kemungkinan berhasil hanya 30%. Walaupun keluarga sudah sepakat untuk operasi, ternyata tim dokter mempunyai pertimbangan lain. Mereka menyarankan untuk menunggu 7 hari agar pengaruh obat jantung bersifat mengencerkan darah itu secara efektif bisa dihilangkan. Meskipun demikian, dokter menyampaikan bahwa tidak ada jaminan kondisi Mama akan membaik atau memburuk selama 7 hari tersebut. Segala sesuatu bisa saja terjadi.
Saran dokter diterima keluarga, lalu Mama dibawa ke ICU (Intensive Care Unit). Senin malam harinya, Mama sempat mengalami krisis, tapi lolos. Sepanjang hari Selasa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan perbaikan. Justru penurunan tingkat kesadaran yang terjadi, hingga Mama menghembuskan nafas terakhir pada hari Kamis, 31 Juli 2008 pada pukul 01.10 WIB.
Dengan ambulance, Mama dibawa ke rumah di RT 03/08 No. 14, Cililitan. Mama dirias begitu cantiknya. Tidak ada terbersit duka atau kesusahan di wajahnya.
Atas kesepakatan orang-orang tua, para raja adat, hula-hula dan dongan sahuta pada acara tonggo raja Mama diberi gelar Ompu Immanuel. Ulaon (acara) dinamakan Sarimatua karena dari 3 orang anaknya Taruli, Lamser dan Leo; Lamser masih belum sohot (menikah). Immanuel adalah anak sulung dari Leo yang menikah dengan boru Pakpahan. Immanuel adalah nama pemberian Mama.
Sebelum dimakamkan di TPU Menteng Pulo, Mama dibawa ke gereja HKI Cawang Cililitan yang hanya berjarak kurang dari 100 m dari rumah. Di sana, perwakilan Majelis Pusat HKI yang ada di Jakarta, Pendeta se-Daerah VII Pulau Jawa, parhalado, Majelis, teman-teman gereja, famili, tetangga dan saudara-saudara yang mengasihi memberikan doa dan penghormatan terakhir. Hal ini sungguh sangat menghibur bagi keluarga.
Demikianlah sekilas cerita tentang Mama, Ompu Immanuel. Selamat jalan Mama, selamat bertemu dengan Tuhan Yesus, selamat bertemu dengan Bapa Tua di sorga sana. Kami semua mencintaimu. Budi baik dan teladan hidupmu akan kami kenang selalu.




















KELUARGA MENGUCAPAN TERIMA KASIH KEPADA:
1. Hulahula Hutapea
2. Hulahula Sihombing Lumbantoruan
3. Bonatulang Sihombing Lumbantoruan
4. Hulahula namarhahamaranggi
• Hulahula Sihombing Lumbantoruan
• Hulahula Sitanggang
5. Hulahula anak manjae Pakpahan
6. Tulang rorobot Siahaan
7. Dokter dan perawat RSU UKI
8. Dongan sahuta/STM Mayasari
9. PT. Taketama
10. PT. HM Sampurna
11. Pendeta se-Daerah VII Pulau Jawa dan perwakilan Majelis Pusat HKI
12. Pangula ni huria HKI CC
13. Lembaga-lembaga PW, Bukit Sion HKI CC dan bulletin en Theos
14. Kerabat dan handai tolan yang tidak bisa disebut satu persatu

KELUARGA YANG BERDUKA:
• Taruli Asima Aritonang dan Sheldon Child Thomas
• Ny. Aritonang boru Sihombing
• Lamser Aritonang
• Saroha Leo Aritonang dan Basaria Pakpahan beserta Imanuel Aritonang, Romil Aritonang dan Ishak Hasian Aritonang
• Keluarga Sudung Sihombing boru Purba, Keluarga Ny. Napitupulu boru Silaban, Dame Silaban, Keluarga Gultom boru Silaban, Keluarga Bagus boru Aritonang, Lian Aritonang, Rosa Aritonang dan Dewi Aritonang