Selasa, Desember 23, 2008

Pernikahan Batas

Nama lengkapnya Batas Parasiaan Sihombing. Dia lahir April 1979, sepertinya tanggal 30 April. Dia adalah lae-ku (saudara sepupu). Orangnya tidak tinggi, paling-paling 160 cm.
Tidak seperti orang Batak pada umumnya, dia bersuara pelan. Jadi dia tidak bisa marah.Dia juga bukanlah seorang yang tergolong pemberani, biasa-biasa saja. Malah bisa dikatakan agak penakut. Tapi ada satu langkah berani yang diambilnya.Dia menikah dengan seorang bukan boru Batak! Menikahnya pun bukan di Sumatra Utara, di hadapan orang tua. Dia menikahi putri Jawa yang lahir dan besar di Pontianak, Kalimantan Barat. Atas permintaan sang mertua pula, Batas bersedia melangsungkan pernikahan di Pontianak. Perberkatan dilaksanakan secara Katolik, menurut agama dan kepercayaan Rini, istrinya. Namanya juga pemberkatan, tentu saja keharuan terlihat dalam upacara sakral tersebut. Apalagi dia dan pasangannya, bersimpum di lutut orang tua pihak perempuan dan wali pihak laki-laki.
Batas yang kecil dan pendiam telah mengambil langkah besar dalam hidupnya, menikah. Inilah langkah signifikan lanjutan yang ditempuhnya, setelah memutuskan merantau ke Jakarta. Setelah bekerja selama sekitar setahun, dia masuk FISIP UI program Diploma jurusan APS (Administrasi Perkantoran dan Sekretaris).Setamat dari jenjang D3 tersebut, Batas bekerja di SD Dian Harapan, Tangerang. Dia tidak puas dengan gelar itu, maka dia mengambil program ekstensi di Universitas Mercu Buana. Dengan hanya memakan waktu 2 tahun, Batas berhasil menyelesaikan program itu untuk menyandang gelar S1. Gelar resminya adalah SE, Sarjana Ekonomi.
Seorang kerabat mengatakan, "Batas selalu berhasil meraih cita-citanya, selangkah demi selangkah."
Namanya memang Batas, tapi dunia akan lenyap tanpa BATAS.
Selamat menempuh hidup baru, lae. Semoga menjadi keluarga yang rukun, damai bahagia dan sejahtera.

Pernikahan Batas

Minggu, Desember 14, 2008

HIDUP CUMA SEKALI, KENAPA TIDAK MENIKAH DAN PUNYA ANAK-ANAK?

Sekali berarti
sudah itu mati


Hidup Cuma Sekali
Kita sering kali terjebak dalam paradoks. Orang kaya begitu menghargai nilai uang karena mereka dulu pernah merasakan kemiskinan. Orang sehat begitu menyadari pentingnya kesehatan karena pernah menderita dalam sakit penyakit. Karena itu, orang akan lebih memahami arti hidup bila dipertentangkan dengan kematian.
Petikan puisi Chairil Anwar tersebut di atas mewarnai hidup setiap orang. Sudah menjadi takdir bagi setiap insan untuk merasakan indahnya kematian, dan nikmatnya kehidupan. Jelasnya, mati sudah di tangan. Sudah menjadi hak milik pribadi. Tidak ada orang atau pihak yang mengganggu gugat. Dalam bahasa hukum sekarang, vonis mati tidak bisa diajukan banding, kasasi atau PK (Peninjauan Kembali). Presiden tidak mampu memberikan grasi atau abolisi. MK (Makhkamah Konstitusi) juga tidak berwenang untuk membahasanya apabila ada pihak yang mengajukan judicial review.
Yang menjadi pertanyaan adalah kapan matinya, di mana matinya, dan bagaimana matinya. Steven Covey mengajak kita untuk mempertimbangkan dengan seksama hal apa yang kira-kira keluar dari mulut para pelayat jenazah kita kelak. Tulisan apa yang kita kehendaki tertulis di batu nisan kita nantinya?
Sesungguhnya, baik hidup maupun mati adalah misteri. Itu menjadi rahasia ilahi. Tidak ada yang tahu dengan pasti. Dokter tidak tahu, rohaniwan tidak tahu, para peramal pun tidak tahu. Sehingga kita sangat maklum kalau tidak ada iklan di TV yang menayangkan REG MATI, dan kirim ke nomor XXXX.
Sebagian orang memandang kematian sebagai hukuman. Mereka adalah orang-orang yang merasa dirinya benar. Namanya juga perasaan, itu sangat subjektif. Mereka merasa benar karena hidupnya baik, atau setidaknya tidak ada kesalahannya yang fatal. Benar karena secara medis dan teknologi kedokteran merasa mampu menunda kematian dan bahkan menghindari kematian. Mereka yang secara sosial cukup terpandang dan diakui keberadaannya dalam masyarakat. Mereka tidak rela bila kedudukan itu hilang begitu saja.
Sebagian lagi orang memandang kematian sebagai anugerah yang harus disyukuri dan dinikmati. Kematian merupakan masa berakhirnya derita di dunia. Tidak ada lagi penyakit, hutang, rasa malu, kekhawatiran, dsb. Kematian merupakan jalan tol menuju terminal dalam pengadilan di akhirat kelak. Bagi orang beriman, kematian berarti terbukanya pintu kehidupan yang kekal. Tugasnya di dunia yang fana sudah selesai.
Pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) SD mengajarkan ada beberapa ciri makluk hidup, antara lain bernapas, bergerak, bertumbuh dan berkembang biak. Khusus untuk manusia sebagai mahluk yang paling mulia punya ciri tambahan yaitu pikiran, kehendak, perasaan dan imajinasi. Dengan modal ini, manusia mampu menciptakan karya-karya fenomenal, kebudayaan dan agama.
Dengan kata lain, hidup kita mestinya adalah positif, dinamis dan kreatif. Positif berarti bersifat baik, membangun dan bermanfaat. Dinamis artinya tidak monoton, bersemangat, bergairah dan memiliki passion yang menggelora. Kreatif berarti selalu mencari cara-cara baru untuk meningkatkan kualitas hidup baik dengan menambah atau mengurangi, membuat kombinasi yang konfiguratif, atau menggagas sesuatu yang sama sekali baru, orisinal dan unik.
Kita hidup bukan yang sekedar hidup. Tidak cukup hanya bebas dari kekurangan, kebodohan, penyakit dan kemiskinan. Tidak juga hidup yang medioker, berkecukupan atau sedang-sedang saja. Yang kita kejar adalah hidup yang penuh kelimpahan. Kita kaya dengan ucapan syukur dan terima kasih. Kita hidup dengan- meminjam ucapan Andrei Wongso- kekayaan mental yang penuh percaya diri, keberanian, persistensi, tanggung jawab dan integritas tinggi. Dengan kekayaan mental ini, kita terpacu untuk kaya secara sosial dan finansial. Tujuannya adalah supaya semakin banyak orang yang bisa dibantu, diberdayakan untuk menikmati hidup yang berkelimpahan.

Kenapa Tidak Menikah Dan Punya Anak-Anak
Menurut Santrock, seorang ahli psikologi, ada beberapa tugas perkembangan manusia seperti lahir, sekolah, bekerja, menikah, punya anak, pensiun dan mati. Seperti tugas perkembangan lainnya, menikah merupakan satu titik hidup yang sangat penting dijalani. Walaupun ada umur dan kondisi ideal yang diharapkan, akan tetapi tidak setiap orang dapat memenuhinya. Bila tugas perkembangan itu tidak terlaksana sesuai kondisi ideal, tidak berarti hidup tidak dilanjutkan. Memang pasti ada kekurangan yang dihadapi, tetapi the show must go on.
Masyarakat Indonesia memandang kurang sedap kepada seseorang yang belum menikah. Dianggapnya menikah itu gampang, akan terjadi secara otomatis bila telah mempunyai pendapatan cukup dan telah mencapai umur tertentu. Tidak hanya di tempat kerja, dia akan mendapat pertanyaan bertubi-tubi dari kalangan keluarga dan perkumpulan sosial lainnya. Kita bisa mengingat iklan yang sempat sangat populer yang diperankan oleh Ringgo Abdul Rahman, seorang artis ternama. Dalam iklan itu, Ringgo mendapat pertanyaan,”Kapan? Kapan?” Ringo menjawab,”Mei”.Tetapi jawaban itu masih terpenggal, yang lengkap adalah Maybe yes, maybe no.
Memang, salah satu alasan kuat untuk menikah adalah alasan sosial. Orang merasa lengkap hidupnya bila telah menikah. Ada beberapa tugas atau peran yang tidak bisa diperankan bila belum menikah, karena selama seseorang belum menikah dianggap sebagai anak-anak. Dianggap belum dewasa. Dalam adat Batak misalnya, seorang yang belum menikah tidak punya hak bicara dalam acara adat. Berkaitan dengan itu, dengan menikah akan membuat pohon silsilah bertambah panjang. Dengan menikah diharapkan akan lahir anak laki dan perempuan. Makin panjang pohon silsilah akan menambah bobot dan gengsi sosial baginya dan juga bagi keluarganya.
Bagi saya pribadi, menikah dan punya anak adalah sebagai media untuk merasakan dan membagikan cinta kasih yang sejati. Pernikahan adalah cinta peleburan secara daging, emosional, spiritual dan finansial.
Berkaitan dengan pernikahan ini ada 2 ayat Alkitab yang sangat berkesan bagi saya. Kitab Kejadian 2: 18 -19 mengatakan seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan menyatu dengan istrinya. Secara spasial dan emosional, seorang laki-laki berpisah dari orang tua. Dia menjadi manusia mandiri, manusia merdeka. Bersama dengan istrinya, dia membentuk keluarga baru dengan struktur, nilai dan tujuan yang sama sekali baru. Dia dimungkinkan untuk melepaskan hal-hal yang dianggap tidak perlu dipertahankan. Sebaliknya dapat memberlakukan ketentuan, kebiasaan dan praktik hidup yang dinilainya lebih cocok dan perlu untuk keluarga barunya.
Dalam Matius 18 : 19 – 20, Tuhan Yesus mengatakan, ”Jika kamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, maka permintaanmu itu akan dikabulkan oleh BapaKu yang di sorga. Sebab di mana ada dua atau tiga orang berkumpul di dalam namaKu, di situ Aku berada bersama-sama dengan mereka.” Dikaitkan dengan pernikahan, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memutuskan untuk menikah adalah orang yang telah memiliki sejumlah kesepakatan. Kesepakatan-kesepakatan itu dibuat secara sadar semenjak mereka mulai berkenalan, berpacaran dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Kesepakatan itu menyangkut hal kecil dan terutama hal prinsipil. Kesepakatan juga menyangkut taktik, strategi dan tujuan yang ingin dicapai. Semua itu dikelola dengan hati-hati dan penuh kesungguhan.
Kesepakatan itu akan kuat bila diambil secara terbuka, sukarela dan penuh tanggung jawab dalam balutan cinta. Hal itu hanya akan terjadi bila keduanya telah saling mengenal dan memahami dengan begitu mendalam. Proses pacaran telah membentuk mereka menjadi satu persahabatan sejati. Sehingga wajarlah, bila ada seorang penulis tentang pernikahan mengatakan,”Nikahilah sahabatmu, jangan nikahi kekasihmu.”
Dengan kata lain, keluarga yang dibentuk dengan pernikahan merupakan institusi yang paling ideal untuk membentuk kesepakatan tertinggi. Kesamaan nilai, tujuan, tanggung jawab dan kemauan bekerja sama sangat terjamin. Menurut saya, hanya dengan kondisi demikianlah kehadiran dan perwujudan kuasa ilahi bekerja dengan sangat leluasa. Ini berarti, terjadi penyatuan semua aspek dari seorang laki-laki dan seorang perempuan mendapat tambahan energi luar biasa dari Sang Khalik!
Bila kondisi ideal itu dapat dijalani suatu keluarga baru dengan baik, sangat besar kemungkinan akan melahirkan anak-anak yang mewarisi sifat positif dari kedua orang tuanya. Pengalaman hidup dalam masa pertumbuhan yang dialaminya akan memancar ke luar. Terjadi perbaikan yang dimulai dari satu pernikahan, disertai dengan anak-anak. Dengan jalan demikian, kita akan dapat memperbaiki kualitas masyarakat dan kualitas bangsa kita.

Minggu, November 02, 2008

CARA PRAKTIS BERPUASA

RESENSI BUKU



Judul buku : Doa dan Puasa Menentukan Masa Depan
Pengarang : Derek Prince
Cetakan : Ketiga
Tahun : September 2005
Penerbit : Derek Prince Ministries Indonesia
Halaman : 200 hal.


Bagi umat Kristen, doa sudah merupakan hal yang lumrah. Bagaimana dengan puasa? Jika umat Muslim berpuasa selama bulan Ramadhan, bagaimana dengan umat Kristiani? Adakah bulan, minggu atau hari tertentu pelaksanaannya?
Umat Kristen memandang puasa sebagai hal yang sangat penting. Dalam Matius 6: 1 – 18 Yesus mengajar murid-muridnya mengenai 3 kewajiban yang saling berkaitan: memberi sedekah, berdoa dan berpuasa (hal. 3). Berdoa dan berpuasa berada dalam kedudukan yang sejajar. Jadi, kalau Yesus mengharapkan murid-Nya selalu berdoa secara teratur, berarti Dia juga mengharapkan mereka selalu berdoa secara teratur.
Buku yang berjudul Doa dan Puasa Menentukan Masa Depan ini ditulis oleh Derek Prince. Secara pribadi ia sudah menjalankan doa dan puasa selam puluhan tahun. Dia juga telah menulis buku sebanyak 40 buah dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa. Siaran radio dalam bahasa Inggris Today with Derek Prince menjangkau separuh penduduk dunia. Demikian juga dengan kasetnya yang sudah beredar sangat luas.
Buku ini terdiri dari 12 pasal di mana mulai pasal 6 sampai pasal 12 membahas tentang puasa. Sementara pasal 1 – 5 membahas tentang pentingnya orang Kristen menjadi garam dunia. Orang Kristen dapat mendoakan orang lain, pemerintah dan hamba Allah. Buku ini juga dilengkapi dengan kesaksian pribadi Derek Prince mengenai kuasa doa, serta penerapan doa dan puasa oleh bangsa Amerika yang dirintis oleh para pendahulu yang mendirikan negara tersebut dan diteruskan oleh pemimpin selanjutnya termasuk Presiden Abraham Lincoln..
Derek Prince menyatakan berpuasa meningkatkan kuasa doa. Ada masalah yang cukup dipecahkan melalu doa saja. Tetapi ada juga masalah yang dihadapi harus dengan doa dan puasa, dan masalah yang demikian cukup banyak. Puasa tidak tergantikan oleh hal lain.
Tradisi puasa sudah dilaksanakan oleh umat Israel dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam PL misalnya dibahas 4 peristiwa yaitu Yosafat menang tanpa mengangkat senjata (II Tawarikh 20: 1 – 20); pengawalan surgawi bagi perjalanan Ezra ( Ezra 8 : 21 -23); Ratu Ester: petaka yang membawa kemenangan ; dan Niniwe selamat, Samaria binasa. Keempat peristiwa tersebut menunjukkan kemenangan atau kelepasan karena diberlakukannya puasa secara kolektif, kuasa puasa bersama bahkan hewan ikut puasa.
Doa dan puasa secara serempak memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan pekembangan setiap gereja yang ingin mengikuti pola jemaat Perjanjian Baru. Hanya dengan berdoa dan berpuasa bersama-sama itulah orang-orang Kristen yang merupakan jemaat mula-mula itu menerima pengarahan dan kuasa dari Roh Kudus, sehingga dapat mengambil keputusan-keputusan penting atau melakukan tugas-tugas yang istimewa.
Menurut Derek Prince, berpuasa merupakan suatu bentuk duka cita, yaitu suatu cara untuk merendahkan dan menghukum diri sendiri. Puasa juga merupakan suatu cara untuk menaklukkan tubuh jasmani. Dengan berpuasa yang benar, kita dapat menaklukkan jiwa dan tubuh kita kepada kuasa Roh Kudus.
Derek Prince menegaskan bahwa puasa dimaksudkan untuk membawa perubahan pada pihak manusia, bukan di pihak Allah. Berpuasa tidak pernah mengubah standar kebenaran dari Allah. Tetapi berpuasa akan menghancurkan segala penghalang dalam sifat kedagingan manusia, yang membuat pekerjaan Roh Kudus yang Mahakuasa menjadi terhambat. Dengan disingkirkannya penghambat-penghambat itu, Roh Kudus dapat bekerja dengan leluasa dan sepenuhnya melalui doa-doa yang kita panjatkan.
Menurut Yesaya pasal 58, puasa yang menyenangkan hati Tuhan didasarkan atas motivasi dan sikap yang benar. Motivasi di balik puasa adalah untuk membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk. Puasa harus disertai perbuatan kebajikan yang tulus dan penuh kasih terhadap sesama manusia- terutama mereka yang membutuhkan bantuan materi dan keuangan.
Yesaya juga memberitahukan berkat-berkat yang akan diterima oleh orang yang berpuasa. Mereka akan mendapat berkat kesehatan dan kebenaran (kesalehan); pengabulan doa, berkat tuntunan atau bimbingan dan berkat berupa keberhasilan dalam kehidupan serta berkat berupa pemulihan umat Allah.
Secara ringkas, Derek Prince memberikan petunjuk untuk berpuasa secara pribadi yaitu:
1. Berpuasa harus dilakukan dengan sikap iman yang positif Allah menghendaki semua orang yang mencari Dia memiliki iman.
2. Puasa harus didasarkan keyakinan bahwa menurut Firman Tuhan puasa itu adalah sebagian dari disiplin kehidupan orang Kristen.
3. Berpuasalah ketika kerohanian Anda sedang kuat, jangan pada waktu sedang kendor.
4. Bila berpuasa untuk pertama kalinya, janga melakjkannya dalam jangka waktu yang terlalu lama. Pada waktu belajar berpuasa, cukuplah dengan melewati jam makan sekali atau dua kali saja dalam sehari. Lalu ulurlah waktunya secara perlahan-lahan, samapai Anda dapat berpuasa selama sehari atau dua hari penuh.
5. Selama berpuasa, habiskanlah banyak waktu untuk membaca Alkitab. Bacalah dengan suara keras, dan cobalah menghayati doa-doa, begitu juga puji-pujian dan pengakuan doasa yang terdapat di dalamnya.
6. Ada baiknya untuk menentukan tujuan tertentu yang hendak dicapai dengan berpuasa itu, dan semua itu sebaiknya dicatat.
7. Hindarilah sikap sombong rohani atau mencari perhatian.
8. Waspadalah dengan motivasi Anda selama berpuasa. Hendaknya motivasi dan tujuan Anda selalu berkenan di hati Tuhan.

Supaya berpuasa membawa manfaat jasmani bagi Anda ada beberapa hal yang patut diperhatikan:
1. Tuhan senang apabila Anda merawat tubuh dengan baik, supaya menjadi sebuah tempat tinggal yang bersih dan sehat bagi Roh Kudus.
2. Seandainya Anda mengidap penyakit tertentu dan harus makan obat secara teratur, atau Anda menderita penyakit seperti diabetes atau penyakit paru-paru, sebaiknya Anda meminta nasihat dokter sebelum memutuskan puasa.
3. Pada mulai mulai berpuasa Anda mungkin akan mengalami kondisi fisik yang kurang enak, misalnya pusing-pusing, sakit kepala, rasa mual, dsb. Biasanya itu merupakan gejala yang sehat, karena hal itu menunjukkan bahwa Anda sudah seharusnya berpuasa jauh-jauh hari sebelumnya.
4. Ingatlah bahwa rasa lapar sebenarnya hanyalah suatu kebiasaan dari tubuh kita. Pada permulaan puasa rasa lapar mungkin timbul pada jam-jam makan yang sudah rutin. Tetapi jika Anda menahan lapar, perasaan itu akan hilang sendiri tanpa Anda makan apapun.
5. Berhati-hatilah agar jangan terjadi sembelit (sulit buang air) sehabis berpuasa. Sebelum maupun sesudah puasa, pilihlah makanan yang dapat memperlancar pencernaan seperti buah-buahan segar, atau sari buah; bubur atau havermout.
6. Selama berpuasa biasanya orang hanya minum air putih. Hindarilah minuman yang mengandung teh atau kopi. Tetapi pilihlah pola makanan yang paling cocok bagi Anda sendiri selama berpuasa.
7. Menurut Alkitab, sewaktu-waktu mungkin perlu untuk berpantang seratus persen, baik dari makanan maupun minuman/cairan apa saja. Tetapi apabila Anda tidak minum, jangan sampai lebih dari 72 jam.
8. Akhiri puasa Anda secara bertahap atau berangsur-angsur. Pada waktu Anda berbuka puasa, makanlah makanan yang ringan-ringan saja dan mudah dicerna.
9. Apabila Anda berpuasa selama dua hari atau lebih, biasanya perut Anda akan mulai kempis sedikit.Jagalah agar perut Anda jangan terlalu mengembang kembali.

Buku berjudul Doa dan Puasa Menentukan Masa Depan ini sangat cocok dibaca oleh para pelayan, pendeta, sintua dan setiap anggota gereja. Akan lebih baik juga bila dibaca oleh lembaga-lembaga kategorial untuk diterapkan secara kolektif. (Lamser Aritonang)

Selasa, September 23, 2008

IN MEMORIAL

Terlahir dengan nama Sondang Mangatas Eveline Hutapea, Mama yang sangat kami sayangi ini memberikan teladan hidup yang begitu nyata bermakna. Kalangan keluarga, sahabat, teman dan famili merasakan getaran sifat-sifat baik yang memancar dari dalam dirinya.
Berdasarkan pengalaman hidup bersama dan dari ungkapan ketika mandok hata, dirangkumlah sifat-sifat sebagai berikut:
1. Disiplin. Mama mempunyai jadwal kegiatan yang ditulis pada malam hari. Dia melaksanakannya satu-per satu dengan on time, terutama untuk kegiatan yang melibatkan banyak orang seperti latihan koor, rapat dan sermon. Esok malam berikutnya, dia akan memeriksa apakah rencananya berjalan dengan baik atau tidak. Kalau tidak, dia akan memberikan tanda atau keterangan tertentu. Selain disiplin waktu, Mama juga disiplin menjaga kesehatan. Dia bisa mengontrol diri untuk tidak makan makanan yang dilarang dokter. Ia berolah raga senam 2-3 kali seminggu. Istirahatnya juga cukup.
2. Suka membantu atau memberi sumbangan. Mama suka membantu orang-orang yang membutuhkan. Dia mempunyai kriteria sendiri siapa yang layak dan siapa yang tidak layak untuk dibantu. Tidak hanya keluarga dekat yang dibantunya, tetapi siapa saja yang memenuhi syarat baginya. Beberapa keluarga dari pihak Aritonang, Hutapea dan Sihombing telah merasakan manisnya bantuan Mama. Bagi Mama, ada waktunya untuk mencari, ada waktu untuk menabung dan ada waktu untuk menikmati serta menyumbang.
3. Memberi dorongan untuk maju. Mama menginginkan setiap orang, khususnya orang dekatnya untuk maju dalam pendidikan, hubungan, kerja, karir dan usaha. Dalam beberapa hal ia mau membuka jalan, menyokong dana serta memberi saran dan pandangan untuk perbaikan. Ketika Mama masih bekerja di Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pengabdian Masyarakat yang mengurus kursus-kursus, dia memasukkan beberapa orang untuk ikut menimba ilmu dan keterampilan di beberapa kursus yang ada. Mama betul-betul memanfaatkan fasilitas dan posisinya yang menguntungkan saat itu.
4. Aktif terlibat dalam berbagai kegiatan gereja, organisasi, PKK dan lingkungan. Misalnya, Mama menjabat Ketua PKK RW 08 selama sekitar 20 tahun, mengajar koor PW (Persatuan Wanita) di berbagai jemaat HKI tanpa dibayar dan malah kadang-kadang membawakan oleh-oleh berupa makanan kecil. Hampir dalam setiap pertemuan/rapat Mama memberikan sumbang saran atau pendapat. Dia tidak sungkan untuk bertanya walaupun bagi sebagian orang hal itu dirasakan terlalu sepele. Mungkin hal ini dipengaruhi oleh pendidikannya yang tinggi, pergaulan dan pengalaman yang luas serta kesukaannya untuk membaca koran dan menonton siaran berita.
5. Mandiri, tidak mau merepotkan orang lain. Kalau ada kegiatan tertentu, Mama paling tidak mau meminta ditemani atau diantar. Baginya, selama masih bisa sendiri buat apa mengajak orang lain. Mengajak orang lain berarti pemborosan. Pertama, pemborosan ongkos. Kedua dan yang paling penting, pemborosan tenaga dan waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk kegiatan yang lebih penting. Dalam kemandiriannya, Mama hidup sederhana yang bisa dilihat dari penampilan dan gaya hidupnya.

Walaupun telah ditinggal oleh Bapa Tua, Pdt. J.M. Aritonang pada tanggal 8 Februari 1996, Mama tetap menjalani hidup dengan tegar Mama yakin betul bahwa Tuhan Yesus selalu memimpin dan menolong orang yang percaya kepadaNya.. Dia menunjukkan kasihnya kepada keluarga dengan tanpa membedakan.
Semasa hidupnya, Mama menderita dua penyakit utama. Mama mengidap penyakit jantung. Pada tahun 1990-an, dia sempat dirawat beberapa hari di RSJ Harapan Kita. Dia kadang bercanda, bahwa pembuluh darahnya hanya tinggal 5 % yang berfungsi. Selain penyakit jantung, Mama juga menderita penyakit sejenis Alzheimer, penyusutan fungsi otak. Akibatnya, Mama suka lupa telah bertemu dengan seseorang atau baru saja mengatakan sesuatu. Bagi orang yang tidak mengerti, mungkin akan tersinggung dengan kondisi yang demikian. Terhadap kelainan ini, dokter menyarankan Mama untuk membaca, mengisi TTS dan menonton siaran berita.
Tahun 2006, tepatnya bulan September Mama kembali dirawat di RS Carolus. Kali ini, dia didiagnosis menderita pnemoia. Setelah opname selama kurang lebih 3 minggu, Mama diperbolehkan pulang.
Bila dibandingkan dengan kondisi sebelum masuk RS Carolus, kondisi kesehatan Mama cukup menurun walaupun sudah dinyatakan sehat. Kalau dulu Mama masih bisa mengurus rujukan dan kontrol ke RS sendiri, maka setelah itu kita tidak berani membiarkan Mama sendiri. Tapi Mama sering kali ngotot pergi sendiri seperti membayar pajak, membayar telepon maupun membayar listrik. Untung saja, jarak daerah tersebut hanya di sekitar Mayasari. Jadi cukup dekat.
Mama yang tegar dan mandiri itu, akhirnya tidak dapat bertahan lebih lama. Senin, 28 Juli 2008 Mama masuk UGD (Unit Gawat Darurat) RS UKI sekitar pukul 06.00. Setengah jam sebelumnya, Mama mengeluarkan muntah yang kental seperti bubur ketan hitam atau cendol. Hal itu sangat mengejutkan dan sangat tidak lazim. Terlebih seminggu sebelumnya, dokter penyakit dalam RSAB Harapan Kita mengatakan bahwa Mama menderita pengapuran pada dengkul kaki kanan. Kaki itu perlu dijaga.
Mama tidak sempat berpesan secara khusus, termasuk ketika masih punya kesadaran beberapa jam di UGD RS UKI. Hasil CT SCAN menunjukkan Mama menderita pendarahan kurang lebih 50 cc di otak, Dia menderita stroke. Menurut dokter, soludi satu-satunya adalah operasi dengan kemungkinan berhasil hanya 30%. Walaupun keluarga sudah sepakat untuk operasi, ternyata tim dokter mempunyai pertimbangan lain. Mereka menyarankan untuk menunggu 7 hari agar pengaruh obat jantung bersifat mengencerkan darah itu secara efektif bisa dihilangkan. Meskipun demikian, dokter menyampaikan bahwa tidak ada jaminan kondisi Mama akan membaik atau memburuk selama 7 hari tersebut. Segala sesuatu bisa saja terjadi.
Saran dokter diterima keluarga, lalu Mama dibawa ke ICU (Intensive Care Unit). Senin malam harinya, Mama sempat mengalami krisis, tapi lolos. Sepanjang hari Selasa tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan perbaikan. Justru penurunan tingkat kesadaran yang terjadi, hingga Mama menghembuskan nafas terakhir pada hari Kamis, 31 Juli 2008 pada pukul 01.10 WIB.
Dengan ambulance, Mama dibawa ke rumah di RT 03/08 No. 14, Cililitan. Mama dirias begitu cantiknya. Tidak ada terbersit duka atau kesusahan di wajahnya.
Atas kesepakatan orang-orang tua, para raja adat, hula-hula dan dongan sahuta pada acara tonggo raja Mama diberi gelar Ompu Immanuel. Ulaon (acara) dinamakan Sarimatua karena dari 3 orang anaknya Taruli, Lamser dan Leo; Lamser masih belum sohot (menikah). Immanuel adalah anak sulung dari Leo yang menikah dengan boru Pakpahan. Immanuel adalah nama pemberian Mama.
Sebelum dimakamkan di TPU Menteng Pulo, Mama dibawa ke gereja HKI Cawang Cililitan yang hanya berjarak kurang dari 100 m dari rumah. Di sana, perwakilan Majelis Pusat HKI yang ada di Jakarta, Pendeta se-Daerah VII Pulau Jawa, parhalado, Majelis, teman-teman gereja, famili, tetangga dan saudara-saudara yang mengasihi memberikan doa dan penghormatan terakhir. Hal ini sungguh sangat menghibur bagi keluarga.
Demikianlah sekilas cerita tentang Mama, Ompu Immanuel. Selamat jalan Mama, selamat bertemu dengan Tuhan Yesus, selamat bertemu dengan Bapa Tua di sorga sana. Kami semua mencintaimu. Budi baik dan teladan hidupmu akan kami kenang selalu.




















KELUARGA MENGUCAPAN TERIMA KASIH KEPADA:
1. Hulahula Hutapea
2. Hulahula Sihombing Lumbantoruan
3. Bonatulang Sihombing Lumbantoruan
4. Hulahula namarhahamaranggi
• Hulahula Sihombing Lumbantoruan
• Hulahula Sitanggang
5. Hulahula anak manjae Pakpahan
6. Tulang rorobot Siahaan
7. Dokter dan perawat RSU UKI
8. Dongan sahuta/STM Mayasari
9. PT. Taketama
10. PT. HM Sampurna
11. Pendeta se-Daerah VII Pulau Jawa dan perwakilan Majelis Pusat HKI
12. Pangula ni huria HKI CC
13. Lembaga-lembaga PW, Bukit Sion HKI CC dan bulletin en Theos
14. Kerabat dan handai tolan yang tidak bisa disebut satu persatu

KELUARGA YANG BERDUKA:
• Taruli Asima Aritonang dan Sheldon Child Thomas
• Ny. Aritonang boru Sihombing
• Lamser Aritonang
• Saroha Leo Aritonang dan Basaria Pakpahan beserta Imanuel Aritonang, Romil Aritonang dan Ishak Hasian Aritonang
• Keluarga Sudung Sihombing boru Purba, Keluarga Ny. Napitupulu boru Silaban, Dame Silaban, Keluarga Gultom boru Silaban, Keluarga Bagus boru Aritonang, Lian Aritonang, Rosa Aritonang dan Dewi Aritonang

Senin, Agustus 11, 2008

Gereja Yang Menghibur

Dua minggu lalu, tepatnya hari Kamis, 31 Juli 2008 inang tua Ny. Pdt. J.M. Aritonang baru Hutapea(saya memanggilnya Mama)menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sekitar 30 menit masa kritis dialaminya, yang membuat semua anggota keluarga yang berada di sekitar pembaringannya di ICU UKI mengalami ketegangan. Air mata, isak tangis, doa dan senandung lagu rohani bergantian dan malah serempak terdengar.Semua merasa sedih. Merasa kehilangan.
Mama tidak lama dirawat di rumah sakit. Mama masuk UGD UKI pada sekitar pukul 06 pagi setelah mengeluarkan muntahan yang berwarna kental merah jambu seperti ketan item.Dokter dengan cepat menangani Mama setelah mendapatkan keterangan dari saya ditambah dengan pemeriksaan awal yang dianggap perlu. Mama masih sempat merespons pertanyaan dokter. Mama membuka mulut, mencoba menjulurkan lidah serta mengangguk ketika menjawab pertanyaan dokter. Sayangnya, kondisi kesadaran Mama cepat merosot walaupun sudah diberi bantuan oksigen dan pernapasan. CT Scan menunjukkan gambaran otak Mama yang mengalami pendarahan. Volume darah di otak tidak main-main, 50 cc yang menurut dokter merupakan kondisi sangat kritis. Tidak ada alternatif penanganan selain operasi.Kalau tidak, kita tinggal tunggu waktu.
Waktu Mama ditangani di ruang UGD satu persatu kerabat dekat datang melihat dan memberi dukungan. Mula-mula Leo, adikku; lalu Uma (ibuku), kemudian tante Bed dan Tulang Karl (keduanya adik Mama).Tapi yang paling melegakan adalah ketika Guru Jemaat HKI Cawang Cililitan St. M. Harianja tiba. Tak lama berselang menyusul St. Butarbutar dan St. T. Silitonga (Seksi Diakonia HKI CC) bersama dengan Ny. Pdt. Togos Sinaga br Nainggolan, St. br. Simanjuntak dan Ny. Parhusip, ketiganya adalah teman-teman Mama di Persatuan Wanita (PW) HKI CC.
Kira-kira pukul 14.00, Mama dipindahkan ke ruang ICU (Intensive Care Unit). Tiga hari di sana, warga jemaat dan majelis parhalado berdatangan memberikan dukungan moril.Termasuk memenuhi permintaan untuk mengadakan perjamuan kudus untuk Mama. Sayang sekali, permintaan ini akhirnya dicabut sendiri oleh pihak keluarga karena satu dan lain hal.
Bentuk pertolongan dari Gereja masih berlanjut pada saat Mama mengalami krisis. Saya langsung menelepon St. T. Pakpahan dan memberitakan tentang kondisi Mama yang akhirnya meninggal pada hari Kamis, 31 Juli 2008 pukul 01.10 WIB.
Dukungan makin mengalir setelah jenazah Mama tiba di rumah. Mereka segera menyalami kami sekeluarga. Permintaan keluarga agar Mama dibawa ke gereja disambut dengan sangat positif. Bahkan mereka tadinya justru yang akan datang meminta. Acara di gereja menggambarkan betapa Gereja memberikan keleluasaan kepada keluarga yang berduka untuk mendapatkan penghiburan yang total dari setiap majelis parhalado, warga jemaat dan semua hadirin. Betul-betul merupakan tindakan yang sangat terasa manfaatnya secara batin yang paling dalam.
Demikian juga dengan pemakaian fasilitas gereja berupa kursi dan whiteboard tersedia. Majelis mengijinkan untuk meminjam alat atau apapun yang diperlukan selama tersedia di gereja.Sebenarnya bukan berapa macam benda atau benda apa saja, tetapi bagaimana pihak gereja memberikan jawaban yang sungguh melegakan. Mereka mengerti kondisi orang yang berduka. Sangat memerlukan sentuhan kasih.

Yang tak kalah memberikan penguatan adalah krans bunga tanda turut berduka cita. Secara pribadi, saya sangat terkesan dengan karangan bunga yang sederhana yang diberikan tim redaksi Buletin en Theos.
Acara penghiburan dari gereja HKI CC secara resmi berjumlah 3 rombongan. Tentunya, yang paling berbekas dalam hati adalah kedatangan lembaga Bukit Sion pada hari Minggu, 10 Agustus 2008 pada pukul 10.00 pagi. Suasana sangat cair. semua yang mandok hata berkata lugas, tidak basa-basi. Tapi suasana kocak yang diselingi humor sangat memberikan perbedaan bagi kami sekeluarga.
Penghiburan dari gereja kiranya bukanlah semacam ritual atau kebiasaan semata. Tapi merupakan tugas pastoral yang meringankan beban pikiran dan perasaan. Gereja memberikan pendampingan pada saat dibutuhkan akan memperkuat pengenalan keluarga warga jemaat yang sedang dilanda duka mendalam.

Sabtu, Juli 26, 2008

KEPEMIMPINAN PNB, DI MANA?

Mana lebih mudah mencari pemimpin daripada mencari anggota? Siapakah yang menentukan seseorang menjadi pemimpin atau anggota? Kedua pertanyaan ini sangat penting bagi PNB (Persatuan Naposo Bulung = Pemuda Gereja) sekarang ini.
Sebelum menjadi seorang pengurus (terutama Ketua, Sie Kerohanian dan Sie Koor), seseorang pertama-tama talah menjadi anggota. Masa keanggotaan sebelum menjadi pengurus tidaklah sama untuk setiap orang tergantunbg tingkat kedewasaan orang tersebut. Satu hal yang pasti, tidaklah bijak memilih seorang ketua kalau belum pernah merasakan bagaimana indahnya menjadi anggota.
Masa seseorang menjadi anggota PNB memberi kesempatan baginya untuk mengenal siapakah dirinya di dalam PNB, dan siapakah PNB untuk dirinya dan siapakah PNB untuk gereja, serta siapakah PNB di hadapan Tuhan. Semua itu menyangkut apa yang disebut identitas. Identitas menentukan arah, identitas menetukan kapasitas dan identitas menentukan cara/strategi pelayanan.
Kita bersyukur bahwa PNB HKI (Huria Kristen Indonesia) telah turut memberikan andil dalam perjalanan hidup HKI. Di tiap jemaat PNB selalu berpartisipasi menurut kemampuannya. Demikian juga di tingkat lebih tinggi yaitu resort, daerah dan pusat. Selama ini, semboyan yang dibangga-banggakan sebagian orang adalah PNB sebagai bunga-bunga ni huria. Padahal, bunga-bunga itu adalah penghias, dekorasi. Dipasang kalau ada acara penting. Kalau cerah dan segar dipajang, tetapi kalau layu dan kusam dibuang. Hidup PNB tergantung dari musim. Musim hujan, tumbuh dan berkembang, kadang malah jadi liar. Musim kemarau layu, mati suri dan akhirnya mati betulan.
Identitas PNB pertama-tama seharusnya adalah pelayan, hamba Kristus. Ia mau mengerjakan hal yang paling remeh, paling kecil dan paling hina. Pekerjaan-pekerjaan yang tidak harus dikerjakan tuannya-bukan karena tidak bias atau tidak mau tetapi karena ada pekerjaan yang lebih penting baginya. Misalnya, bukan tidak bias majelis/pendeta untuk menyapu gereja tetapi mereka masih ada tugas lain seperti mempersiapkan khotbah dan berdoa. Contoh lain, bukan tida bias pendeta menjadi ketua PNB atau pelatih koor tetapi mereka perlu sebagai gembala untuk keseluruhan jemaat.
Gereja HKI terkadang menerapkan standar ganda pada PNB. Di satu sisi PNB diharapkan menjadi tulang punggung gereja, maka PNB harus melatih diri agar mandiri. Di sisi lain, PNB dianggap masih muda (karena belaum menikah?) sehingga masih perlu diarahkan dan diatur.
Tarik-menarik di titik dilematis itulah yang sering terjadi dalam perjalanan hidup PNB, termasuk dalam penentuan personil pengurus PNB di tiap tingkatan. Campur tangan itu tidak selalu tampak secara kasat mata. Juga tidak selalu para pejabat gereja yang turun langsung, tetapi melalui orang-orangh tertentu. Suasana itu memang tidak selalu terlihat, atau teraba tetapi anehnya hamper selalu bisa dirasakan.
Berbahagialah orang yang terpilih dalam suasana demikian, karena dia tidak perlu lagi minta restu atau pengakuan. Dia lebih mudah mendapat bantuan. Lebih mudah berkonsultasi, minta petunjuk dan lebih mudah minta fasilitas, dll.
Hanya saja, kondisi seperti itu sangat berbahaya dalam kepemimpinan khususn ya dalam tugas pengambilan keputusan.Kita tidak boleh tidak bertanya siapa yang mengambil keputusan, bagaimana keputusan diambil dan untuk kepentingan siapa keputusan itu?
Badan yang disebut sebagai paniroi PNB bisa membuat pengurus PNB tidak terlatih untuk mandiri. Pengurus PNB dengan mudah bisa berlindung di bawah nama besar paniroi, khususnya apabila tidak berhasil melaksanakan tugas. Demikian juga pengurus dan bahkan anggota PNB cenderung mengadu ke paniroi bila ada masalah di antara mereka. Mereka tidak akan terbiasa menyelesaikan konflik atau permasalahan sesama mereka, tetapi minta campur tangan orang yang lebih tinggi.
Dalam keadaan seperti ini, permasalahan mungkin dianggap selesai. Tidak ada lagi sungut-sungut, kritik atau protes. Tetapi kita layak meragukan. Selesainya suatu persalahan bisa jadi karena enggan atau takut pada majelis, paniroi, pendeta, tetap kerap kali masalah sesungguhnya tidak tersentuh apalagi tuntas.
Pengurus PNB ada untuk melayani anggota PNB. Mereka tidak menjadi bos di sana. Tetapi menjadi pelayan tertinggi. Artinya mereka harus mau mengerjakan pekerjaan yang paling sulit. Tidak boleh lari, atau mengalihkan pada orang lain. Pengurus menjadi pelayan yang formal, yang legitimate-suaranya didengar. Untuk itu mereka sepatutnya menjalankan tugas sesuai dengan panggilannya. (Lamser Aritonang)

Kamis, Juli 17, 2008

HOBBY KE GEREJA?

Bagi sebagian orang gereja adalah tempat yang amat sakral sehingga tidak sembarang orang dan waktu bisa ke sana. Bagi sebagian lain, gereja adalah tempat yang biasa saja, tidak memiliki aturan tertentu untuk memasukinya.Tidak beda jauh dengan rumah kita, atau rumah tetangga. Paling kita cuma minta izin masuk.
Kenapa begitu? Karena orang ke gereja punya macam-macam motivasi. Orang sudah sangat paham kalau orang Kristen pergi kebaktian ke gereja. Kalau dia termasuk orang yang rajin, berarti dia pergi setiap hari Minggu dan setiap ada perayaan
Gerejawi seperti Paskah, Natal, dsb. Dia pergi ke gereja untuk beribadah. Dia melaporkan setiap hal yang dialaminya kepada Allah Tuhan. Dengan ucapan syukur dia sampaikan doa dan pujian. Selanjutnya, dia memohon doa keselamatan, doa kesehatan dan penyertaan supaya diberkati dalam kerja, usaha dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Sebagian lagi pergi ke gereja sebagai satu kegiatan yang amat rutin. Hal ini sangat potensial terjadi justru pada aktivis gereja. Mereka ini ke gereja tidak terbatas pada hari Minggu saja. Ada saja kegiatan lain yang mengharuskannya untuk hadir di gereja. Contohnya, sermon, kebaktian sektor, latihan koor lembaga atau rapat-rapat panitia, dsb. Ada lagi yang datang ke gereja pada hari-hari lain karena membuat gereja sebagai titik pertemuan. Gereja menjadai semacam kantor tidak resmi, tempat untuk singgah, tempat untuk melepaskan diri dari kegiatan rutin.Akan tetapi, orang-orang jenis ini tidak atau kurang melalukan aktivitas ibadah atau doa secara khusus. Hanya sebutan saja dia pergi ke gereja. Gereja sebagai lokasi, gereja sebagai gedung.
Gereja yang berfungsi sebagai tempat pertemuan ini akan membuat gereja kehilangan sedikit esensinya. Mereka hobby pergi ke gereja tetapi kalau diadakan semacam survey menyangkut perilaku dan spiritualitas sangat diragukan apakah mereka ini masuk kategori yang baik.
Ini harus menjadi semacam pertanyaan kecil bagi aktivis gereja supaya lebih waspada.

Minggu, Juli 06, 2008

ENAKNYA DAPAT TRANSFER

Bila kita mendengar kata transfer, pikiran akan segera mengarah pada bank. Sementara bank identik dengan uang. Sehingga kata transfer otomatis berhubungan dengan uang. Apakah itu salah?
Sama sekali tidak salah! Hanya saja kasihan sekali kalau kita hanya mengaitkan transfer dengan uang. Masih banyak hal yang berhubungan dengan kata ajaib tersebut. Paling tidak ada 3 komponen lain misalnya dunia pendidikan, kerohanian/gereja dan manusia sendiri.
Dalam dunia pendidikan apa yang ditransfer? Uang? Ya, uang memang salah satu hal yang ditransfer bila kita mengingat makin banyak sekolah atau perguruan tinggi yang melayani pembayaran SPP melalui bank. Bayangkan kalau tidak ada teknologi on line di bank. Berapa panjang antrian, berapa lama menunggu serta betapa capeknya proses membayar uang sekolah. Itulah gunanya kemajuan teknologi, memudahkan dan mempercepat proses kerja. Hasilnya juga diharapkan lebih berkualitas.
Tetapi bukan uang yang paling penting ditransfer dalam dunia pendidikan! Objek yang ditransfer itu adalah ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter anak. Itulah tugas yang disandang oleh semua pelaku pendidikan terutama oleh guru. Guru berperan membuat anak yang belum tahu menjadi tahu, memotivasi anak supaya rajin belajar dan membuat PR, mengubah anak yang bodoh menjadi pintar, mengajak anak supaya saling menghargai dengan teman-temannya dan terutama dengan orang tua.
Bagaimana proses itu berjalan? Yang pasti tidak semudah mentransfer uang yang cukup dengan menulis sejumlah uang, dan memberikan nomor rekening. Di situ diperlukan antara lain penguasaan materi pelajaran, keterampilan menjelaskan dari guru, pemahaman guru terhadap kondisi anak didiknya, konsistensi sikap dan perilaku guru , serta ketersediaan fasilitas belajar mengajar.
Di dunia kerohanian/gereja masalah transfer ini agaknya kurang disadari sehingga kurang diperhatikan. Kalau di bank yang ditranfer uang, di dunia yang ditransfer adalah ilmu pengetahuan dan karakter, maka dalam dunia kerohanian yang ditransfer tentu saja adalah iman, pengharapan dan kasih. Kita prihatin bila kebanyakan gereja lebih senang mentransfer perintah, kewajiban-kewajiban (iuran, ucapan syukur, PTB=Persembahan Tetap Bulanan), dan peraturan-peraturan.
Dunia kerohanian/gereja melakukan transfer melalui pengajaran, pelatihan, keteladanan dan ibadah seremonial. Masing-masing kita dapat melihat apakah kita mendapat pengajaran, pelatihan dan teladan yang cukup di gereja. Seperti anak sekolah yang mempunyai kurikulum, perusahaan mempunyai program rekrutmen dan pelatihan, Gereja perlu merumuskan pengajaran dan pelatihan yang sistematis. Misalnya, pengetahuan, keterampilan dan karakter apa yang minimal dimiliki oleh seorang lulusan STT sebelum menjalani masa vikariat. Demikian juga untuk tingkat sintua, pengurus lembaga kategorial, guru sekolah minggu dan naik sidi. Rasanya kita tidak dapat mengandalkan proses pengajaran hanya pada melalui khotbah sekali seminggu melalui langgatan!
Namanya juga transfer, orang yang mentransfer adalah orang yang memiliki apa yang mau ditransfer. Patut diingat bahwa yang melakukan transfer tidak harus yang paling: paling pintar, paling kaya, paling tua, paling banyak anak, paling tinggi pendidikan, paling senior, dsb. Karena biasanya yang dianggap berhak mentransfer hanyalah kalangan pendeta, guru jemaat, sintua dan majelis. Kasihan sekali mereka dituntut untuk memberikan yang belum tentu mereka miliki! Kondisi ini akan menempatkan semua pihak dalam posisi susah. Bukan saja karena susah mencari orang yang serba paling tersebut, tetapi juga tidak mendukung pertumbuhan jemaat. Karena bisa saja ada seseorang yang ahli di bidang keuangan di kantornya, tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengurus keuangan jemaat hanya karena dia belum sintua, misalnya.
Bentuk transfer yang lain adalah transfer dalam bentuk manusia. Contohnya, kalangan pendeta menghadapi kemungkinan transfer setiap periode. Contoh lain, anak sekolah yang telah lulus merantau ke Jakarta lalu menjadi anggota di salah satu gereja. Inilah transfer yang paling menguntungkan sepanjang orang tersebut benar-benar berkualitas. Dari segi kerohanian dia punya iman, pengharapan dan kasih. Dia berkarakter bagus dan mau melayani. Apalagi bila dia juga mempunyai pekerjaan yang memungkinkan dia bisa memberikan sumbangan keuangan untuk kebutuhan pelayanan.
Sampai detik ini, belum pernah ditemukan ada orang mendapat transfer uang tetapi mengeluh. Kalaupun mengeluh, mungkin karena transfernya kurang banyak saja jumlah nol di belakang. Demikian juga kiranya kalau transfer ilmu pengetahuan, iman, pengharapan, kasih, karakter dan transfer orang berkualitas terjadi di satu gereja, atau antar gereja HKI. Jangan sampai salah alamat, kita mentransfer ke gereja lain padahal gereja HKI masih sangat membutuhkan.
Kalau transfer berjalan dengan baik dan teratur tentulah mendatangkan dampak positif. Melalu transfer akan terbangun kedewasaan rohani, kepedulian sosial, kecerdasan dan pemerataan kehidupan. Melalui transfer akan tercipta hubungan saling menolong antara pihak-pihak yang saling terlibat. Transfer menghilangkan kecemburuan, menghilangkan kemiskinan serta menghilangkan egoisme dan kesombongan. (Lamser Aritonang, HKI Cawang Cililitan, Editor bulletin En Theos)
Dimuat di bina warga hki, Juni - Juli 2008

Selasa, Mei 13, 2008

Paskah, Bangkitlah

Hari Raya Paskah tahun ini memberikan makna baru bagiku. Aku merasa dalam beberapa tahun ini belum ada perubahan yang berarti yang telah aku perubahan. Belum ada suatu prestasi signifikan yang telah kuraih baik dalam dunia kerja, karir maupun dalam hidup pribadi. Karena itu, sudah saatnya aku melangkah lebih pasti berdasarkan tujuan yang jelas. Apalagi bila melihat betapa bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun tanpa terasa. Sementara orang lain telah mencapai bulan, menemukan planet baru bahkan menciptakan manusia baru.
Tidak, aku harus bangkit, berdiri. Sekarang tidak cukup hanya berjalan. Aku harus berlari,berlari cepat mengejar ketinggalan.sungguh sayang bila banyak anugrah, talenta, fasilitas dan kesempatan yang membentang tidak kumanfaatkan. Aku harus memasang kuda-kuda yang kokoh sehingga dapat berlari dengan konstran tanpa takut terjatuh karena kurang keseimbangan atau kurang perbekalan.
Diposting oleh lamtonang
Label: refleksi